MAKALAH ULUMUL HADIST.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar,
Serta Persamaan dan Perbedaannya
1)
Pengertian
Hadist
Hadist atau al-hadist menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu
yang baru -lawan dari al-Qadim- artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu
yang dekat atau waktu yang singkat. Hadist juga sering disebut sebagai
al-khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seorang kepada orang lain. Sedangkan menurut istilah
(terminologi), para ahli memberikan definisi (ta’rif) yang berbeda-beda
sesuai latar belakang disiplin ilmunya. Seperti pengertian hadist menurut ahli
ushul akan berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh ahli hadis.
Menurut ahli hadist pengertian hadist ialah segala perkataan Nabi
SAW, perbuatan, dan hal ihwannya. Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala
yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang berkaitan dengan himmah, karakteristik,
sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaanya.
Ada juga yang memberikan pengertian lain, yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun
sifat beliau.
Tetapi sebagian muhaditssin berpendapat bahwa hadist mempunyai
cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang di sampaikan
kepada Nabi SAW saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para
sahabat dan tabiin. Sebagaimana di sebutkan oleh al-tirmisi;
''Bahwasanya hadist itu bukan hanya untuk sesuatu yang
marfu', yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, melainkan bisa juga
untuk sesuatu yang mauquf yaitu yang disandarkan kepada sahabat dan yang maqtu'
yaitu yang di sandarkan kepada tabiin.''
Sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadist adalah
segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum
syara' dan ketetapannya. Pengertian hadist menurut ahli ushul lebih sempit
dibanding dengan pengertian hadist menurut ahli hadist. Menurut ahli ushul
hadist adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik ucapan,
perbuatan, maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau
ketentuan-ketantuan Allah yang disyariatkan kepada manusia. Selain itu tidak
bisa di katakan hadist.[1]
2)
Pengertian
Sunnah
Sunnah menurut etimologi berarti cara yang bisa ditempuh baik
ataupun buruk, sebagaimana sabda nabi:
"Barang siapa membuat inisiatif yang baik ia akan mendapatkan
pahala dan pahala orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa sedikitpun
berkurang; dan barang siapa membuat inisiatif yang jelek, ia akan mendapatkan
dosa dan dosa orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa sedikitpun
berkurang.'' (HR.MUSLIM)
Dalam al-Qur'an surat al-Kahfi (18):55, Allah berfirman
$tBur yìuZtB }¨$¨Z9$# br& (#þqãZÏB÷sã øÎ) ãNèduä!%y` 3yßgø9$# (#rãÏÿøótGó¡our öNßg/u HwÎ) br& öNåkuÏ?ù's? èp¨Zß tû,Î!¨rF{$# ÷rr& ãNåkuÏ?ù't Ü>#xyèø9$# Wxç6è% ÇÎÎÈ
55. dam tidak ada sesuatupun yang menghalangi
manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan dari
memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum
(Allah yang telah berlalu pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas
mereka dengan nyata.
Sedang sunnah menurut istilah, di kalangan ulama terdapat perbedaan
pendapat. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan
sudut pandang masing-masing terhadap diri Rasulullah SAW. Secara garis besarnya
mereka terkelompok menjadi tiga golongan; Ahli Hadist, ahli Usul, dan ahli
Fiqh.
Pengertian sunah menurut Ahli Hadist;''segala yang bersumber dari
Nabi SAW. Baik berupa perkataan, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum
diangkat menjadi Rosul maupun sesudahnya”.Akan tetapi bagi ulama ushuliyyah
jika antara sunnah dan Hadist dibedakan , maka bagi mereka, hadist adalah
sebatas sunnah qauliyah-nya Nabi SAW saja. Ini berarti, sunnah cakupannya lebih
luas di banding hadist, sebab sunnah mencakup perkataan, perbuatan dan
penetapan (taqrir) Rasul, yang bisa di jadikan dalil hukum syar'i.[2]
3)
Pengertian
khobar
Khabar menurut
bahasa serupa dengan makna hadist, yakni segala berita yang disampaikan oleh
seseorang kepada orang lain. Sedang pengertian khabar menurut istilah, antara
satu ulama dengan ulama lainnya berbeda pendapat.
Ulama lain
megatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW di sebut
hadist. Ada juga yang mengatakan bahwa hadist lebih umum dan lebih luas dari
pada khabar, sehingga tiap hadist dapat dikatakan khabar tetapi tidak
setiap khabar dikatakan hadist.[3]
4)
Pengertian
Atsar
Atsar menurut
pendekatan bahasa sama artinya dengan khabar, hadits, dan sunnah.
Sedangkan atsar
menurut istilah yaitu “segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat, dan
boleh juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW.”
Jumhur ulama’ mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Sedangkan
menurut ulama’ Khurasan bahwa atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang
marfu’.[4]
Bentuk-bentuk Hadits
Sebagaimana penjelasan di atas,
bahwa hadits mencakup segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi SAW. Oleh
karena itu, kali ini akan kita uraikan pula bentuk-bentuk hadits, yaitu hadits
qouli, fi’li, taqriri, hammi, dan ahwali.
a)
Hadits
Qouli
Hadits qouli
adalah segala bentuk perkataan yang disandarkan kepada Nabi SAW yang memuat
berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan, yang berkaitan dengan aqidah,
syariah, akhlaq, dan lainnya.
Contoh hadits
qouli adalah;
“semoga Allah
memberi kebaikan kepada orang yang mendengarkan perkataan dariku kemudian
menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, karena banyak orang berbicara
mengenai fiqh padahal ia bukan ahlinya. Ada tiga sifat yang karenanya akan
timbul rasa dengki di hati seorang Muslim, yaitu ikhlas beramal semata-mata
kepada Allah SWT., menasehati, taat dan patuh kepada pihak penguasa, dan setia
terhadap jama’ah. Karena sesungguhnya doa mereka akan memberikan motivasi (dan
menjaganya) dari belakang.” (HR. Ahmad)
b)
Hadits
Fi’li
Yang dimaksud
dengan hadits fi’li adalah, segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW
berupa perbuatan beliau yang sampai kepada kita, seperti hadits tentang shalat
dan haji.
Contoh hadits
fi’li tentang shalat adalah;
“Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
c)
Hadits
Taqriri
Hadits taqriri
yaitu semua hadits yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang dari
para sahabat. Yaitu persetujuan Nabi SAW terhadap amalan yang dilakukan para
sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat, baik mengenai pelakunya maupun
perbuatannya.
Contoh hadits
taqriri, ialah sikap Nabi SAW membiarkan para sahabatnya melaksanakan
perintahnya, sesuai dengan penafsiran masing-masing sahabat terhadap sabdanya
yang berbunyi
“Janganlah
seorang pun shalat ‘asar kecuali di Bani Quraizah”.
Sebagian sahabat memahami larangan tersebut berdasarkan pada
hakikat perintah tersebut, sehingga mereka tidak melaksanakan salat ‘asar pada
waktunya. Sedang segolongan yang lain memahami perintah tersebut dengan
perlunya segera menuju Bani Quraizah, sehingga bisa tepat waktu dalam
melaksanakan shalat ‘asar. Sikap para sahabat ini dibiarkan Nabi SAW tanpa
disalahkan atau dibenarkan salah satunya.
d)
Hadits
Hammi
Pengertian hadits hammi yaitu hadits yang berupa hasrat atau
keinginan Nabi SAW yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa
tanggal 9 ‘Asyura. Dalam riwayat Ibn Abbas, disebutkan;
“Ketika Nabi
SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa,
mereka berkata: Ya Nabi! Hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang
Yahudi dan Nasrani. Nabi SAW bersabda: Tahun yang akan datang insyaallah aku
akan berpuasa pada hari yang kesembilan”. (HR. Muslim)
Nabi SAW belum
sempat merealisasikan hasratnya ini karena wafat sebelum sampai bulan ‘Asyura.
Menurut Imam Syafi’I dan para pengikutnya, menjalankan hadits hammi ini
disunnahkan.
e)
Hadits
Ahwali
Yang dimaksud
dengan hadits ahwali ialah hadits yang berupa keadaan fisik, sifat-sifat dan
kepribadian beliau. Sebagaimana yang dikatakan oleh al-Barra’ dalam hadits
riwayat Bukhari:“Rasul SAW adalah manusia yang sebaik-baiknya rupa dan tubuh.
Keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek”. (HR Bukhari).[5]
BAB III
PENUTUP
1)
Kesimpulan
Pengertian
Hadits menurut bahasa yaitu al-jadid yang artinya sesuatu yang baru. Sedang
menurut istilah yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau yang bisa dijadikan hukum
syara’ dan ketetapannya.
Istilah lain
yang semakna dengan hadits adalah sunnah, khabar, dan atsar.
Sunnah menurut
bahasa yaitu cara yang ditempuh, baik ataupun buruk, atau jalan yang terpuji
maupun yang tercela. Sedang menurut terminologinya, berarti segala sesuatu yang
berhubungan dengan Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun
sifat-sifat jasmaniah maupun perilaku beliau sebelum dan sesudah diangkat
menjadi Rasul, dan dapat dijadikan dalil hukum syara’ atau suri tauladan yang
baik.
Sedangkan
khabar menurut bahasa berarti berita yang disampaikan seseorang kepada orang
lain. Sedang pengertian khabar menurut istilah yaitu sama dengan hadits,
sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in baik berupa perkataan, pebuatan,
dan ketetapannya.
Yang terakhir
yaitu atsar. Pengertian atsar menurut bahasa sama artinya dengan khabar, hadits
dan sunnah. Sedangkan pengertiannya menurut istilah yaitu segala sesuatu yang
berasal dari sahabat yang juga disandarkan kepada Nabi SAW.
Dari keempat
pengertian hadits, sunnah, khabar, dan atsar, terdapat kesamaan dan perbedaan
makna menurut istilah masing-masing. Keempatnya memiliki kesamaan maksud, yaitu
segala yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
taqrirnya. Sedangkan perbedaannya yaitu ;
·
Hadits
dan Sunnah : hadits adalah istilah khusus untuk sabda nabi, sedangkan sunnah
lebih umum, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW.
·
Hadits dan Khabar : hadits adalah berita yang
datang dari Nabi SAW, sedangkan khabar adalah berita yang datangnya bukan dari
Nabi SAW, tetapi disandarkan kepada Nabi SAW. Jadi, setiap hadits pasti khabar
tapi tidak semua khabar itu hadits.
·
Hadits dan Atsar : hadits adalah segala
sesuatu yang datang dari Nabi SAW, sedangkan atsar adalah perkataan yang datang
dari para sahabat yang disandarkan kepada Nabi.
Hadits
sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an mempunyai bentuk-bentuk yang dapat
dikategorikan sebagai hadits qauli, fi’li, taqriri, hammi, dan ahwali.
Hadits
qauli yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW yang berupa
perkataan yang memuat berbagai hukum syara’, peristiwa, keadaan, yang berkaitan
dengan aqidah, syariah, akhlak, maupun yang lainnya.
Pengertian
hadits fi’li yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW yang berpa
perbuatan beliau yang sampai kepada kita, seperti hadits tentang shalat dan
haji.
Hadits
taqriri yaitu semua hadits yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang
dilakukan oleh para sahabat.
Hadits
hammi yaitu hadits yang berupa keinginan Nabi SAW yang berupa amalan-amalan
yang ingin dilakukan oleh beliau, tapi belum sempat terealisasikan karena sakit
atau wafatnya beliau.
Sedang
yang terakhir yaitu hadits ahwali, adalah hadits yang berisi hal-ihwal yang
menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadian beliau.
2)
Kritik
dan Saran
Dalam makalah
ini tentunya ada banyak sekali koreksi dari para pembaca, karena kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Maka dari itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca yang dengan itu semua kami harapkan
makalah ini akan menjadi lebih baik lagi.
Daftar pustaka
Drs. Munzier Suparta, Ilmu
Hadits, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2003
Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki,
Ilmu Ushul Hadits, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2006
Drs.
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2003
[1] Drs.
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2003, hal. 4
[2] Prof.
Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadits, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta 2006, hal 4
[3] Drs.
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2003, hal 15
[4] Ibid,
hal 15
[5] Ibid,
hal 18-23
No comments:
Post a Comment